Pendiri negara ini menetapkan pancasila, sebagai dasar negara. Setidaknya ada lima sila, yang menjadi dasar dalam berkehidupan, berbangsa dan bernegara. Mari kita ulas satu persatu. Ketuhanan Yang Maha Esa. Para pendiri bangsa, menjadikan sila pertama karena sila ini merupakan fondasi. Kalimat ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ secara tidak langsung menyatakan bahwa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan keyakinan kita kepada Tuhan, serta menjalankan segala ajaran-Nya, maka kita akan bisa menjalankan sila berikutnya. Karena itulah, sila ini dijadikan dasar. Dan dasar semunya itu adalah agama, agar kita tetap berada di jalan yang benar.
Jika kita benar menjalankan agama, maka kita akan bisa memanusiakan manusia. Pada titik ini, kita masuk pada sila kedua, ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.’ Sebagai manusia kita harus memiliki sikap adil dan beradab. ‘Adil’ bisa diartikan sebagai bentuk mengakui adanya persamaan hak dan kewajiban sesama manusia. Dan ‘beradab’ yang berarti memiliki adab atau etika dalam bertindak. Mari kita lihat kondisi saat ini. Apakah kita sudah saling menghargai orang lain? Kalau sudah seharusnya, tidak ada lagi tindakan mengkafirkan orang lain, karena mempunyai agama yang berbeda. Seharusnya tidak ada penganiayaan, karena mempunyai agama yang berbeda.
Jika kita tidak bisa memanusiakan manusia, maka ‘Persatuan Indonesia’ itu akan sulit terwujud. Yang ada hanyalah teror dimana-mana, yang ada hanyalah konflik dimana-mana. Padahal, teror atau konflik itu hanya karena masalah kecil, masalah berbeda pendapat. Karena perbedaan itu, kelompok radikal bisa melakukan aksi bom bunuh diri, yang katanya disebut sebagai jihad. Akibatnya, banyak korban melayang, dan kerukunan antar umat jadi berantakan. Jika ada perbedaan, harusnya disatukan. Ingat, bhineka tunggal ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
Karena itulah, jika ada perbedaan harus dicarikan solusi. Dengan cara apa? Musyarawah. Hal ini juga tertuang dalam sila keempat, ‘Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.’ Mengutamakan musyawarah, untuk pengambilan keputusan demi kepentingan bersama. Para wakil rakyat yang terhormat itu, memang selalu mengatakan musyawarah untuk mufakat, tapi prakteksnya seringkali bersitegang, sampai berujung pada pemukulan dan membalikkan meja. Sekali lagi, ayo kita pahami makna musyawarah ini.
Jika musyawarah ini bisa dilakukan dari lini terkecil hingga terbesar, dari keluarga hingga pemerintah, dilakukan untuk kepentingan bersama dan bukan dilandasi kepentingan pribadi, maka yang akan terjadi adalah ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.’ Apa sih makna keadilan itu sebenarnya? Keadilan itu tidak boleh membeda-bedakan. Keadilan itu harus dirasakan semua orang. Jika seorang pemimpin mengambil keputusan, tapi hanya berguna untuk kelompoknya, maka pemimpin itu tidak adil. Jika ada kelompok yang ingin berjuang di jalan Allah, tapi justru dilakukan dengan cara-cara kekerasan, maka itu tidak adil.
Jadi, apa yang kita pahami soal pancasila saat ini? Apakah hanya kita lihat sebagai lambang negara saja? Mari kita pahami bersama. Lima sila tersebut bukanlah kumpulan kalimat yang disusun secara apik. Tapi jika kita maknai sebagai dasar dalam kehidupan bermasyarakat, maka negeri ini akan terbebas dari yang namanya pertikaian, perpecahan, dan teror. Yang ada adalah persatuan, kedamaian, kesejahteraan, kerukunan dan keadilan. Apakah ini bukti pancasila itu sakti? Silahkan kita memaknainya sendiri. Yang jelas, dengan memaknai nilai pancasila dan kita implementasikan dalam keseharian, bisa menjauhkan kita dari paham radikalisme agama, yang akhir-akhirnya masih merebak.
