Cerita Kita - Di Museum Sejarah Purbakala Pleret, Yogyakarta, terpajang sebilah keris tanpa gagang di lemari pamer berhologram.
Bertumpu di dua gagang akrilik bening, keris sangat langka itu mendapatkan efek visual yang sangat cantik dan dramatis.
Berada di dalam ruang prisma, efek visual cahaya hologram membuat keris itu tampak tiga dimensi dan mempesona auranya.
Pencahayaan yang tepat dan eksotik dari efek asap yang tiba-tiba menyelimuti keris, membuat penampilan keris itu tak hanya cantik, tapi juga kadang garang menyeramkan.
"Ini keris dapur Sabuk Inten pamor Wos Wutah atau Beras Wutah," kata Denny Prabawa, edukator di Museum Sejarah Purbakala Pleret, Bantul.
"Keris ini ditemukan saat penggalian arkeologis di Situs Masjid Kauman pada 2010. Kondisinya saat itu relatif utuh," jelas Denny.
Menurut dia saat tim membuka kotak ekskavasi, mereka mula-mula menemukan keris berliuk 11 itu di satu sudut ruangan dengan ujung di arah barat.
"Posisinya rebah, seperti sengaja diletakkan di bawah lantai masjid masa Susuhunan Amangkurat I. Siapa yang menaruh atau menyembunyikan, tidak ketahuan," lanjutnya.
Lulusan Arkeologi UGM ini mengatakan siapa yang menaruh atau menyembunyikan keris itu di dalam Masjid Agung Plered, diyakini orang penting dan berkuasa pada masa itu.
"Jika keris itu tidak diletakkan sengaja, pastilah posisi saat ditemukan tidak rapi dan rebah seperti itu. Apalagi gagang dan warangkanya saat ditemukan juga masih ada meski lapuk atau muprul," imbuh dia.
"Pastinya orang yang menaruh pasti punya pengaruh kuat karena berani menempatkannya di dalam masjid, yang umumnya jauh dari benda-benda seperti itu," tukas Denny.
Masa kekuasaan Amangkurat I atau nama lain Senopati Ingalaga atau Susuhunan Tegalwangi dikenal penuh intrik, konflik, dan pertikaian domestik bergelimang darah.
Sesudah ditemukan dan bersihkan, Keris Sabuk Inten asal Masjid Agung Plered disimpan di Museum Sonobudoyo kemudian Mei 2017 baru ditempatkan di Museum Pleret.
Keris dapur Sabuk Inten yang semuanya berliuk 11, sangat legendaris hingga saat ini.
Pamornya bermacam-macam, namun yang paling tenar pamor Pedaringan Kebak atau Wos Wutah alias Beras Wutah.
Dari segi bentuk gambaran pamor Pedaringan Kebak lebih rumit ketimbang Wos Wutah.
Dua pamor Keris Sabuk Inten ini dipercaya cocok jadi ageman orang kaya, sukses, pejabat dan bangsawan tinggi.
Selain memperlancar karier, memudahkan rejeki, menentramkan rumah tangga, juga bisa jadi penolak bala.
Keris Sabuk inten juga dipercaya cocok untuk para pejabat dan bangsawan tinggi yang biasa mengendalikan banyak orang.
Bersama Nogososro, jenis keris ini kerap diasosiasikan sepasang ageman perlambang karahayon dan kejayaan sejak zaman Majapahit.
Dalam khasanah sejarah Mataram Islam, keris selain sebagai senjata pembunuh juga merupakan properti pusaka yang wajib dimiliki para tokoh-tokoh utamanya.
Setiap raja, pastilah memiliki dan menyimpan keris pusaka, baik yang didapatkan sendiri maupun diterima turun temurun dari leluhurnya.
Bahkan ada keris-keris yang tidak hanya pusaka personal, tapi sudah menjadi pusaka keraton selama bergenerasi.
Seperti keris Kanjeng Kyai Kopek dan Kyai Joko Piturun yang jadi perlambang kekuasaan dan akan dimiliki setiap raja yang bertahta di Mataram hingga Kasultanan Ngayogyokarto yang sekarang.
Juga ada keris Kyai Sengkelat, yang disebut antonimnya Keris Sabuk Inten karena wataknya yang berbeda.
Dua lagi pusaka fenomenal adalah tombak Kyai Pleret milik Senopati, raja pertama Mataram.
Kemudian tombak Kyai Baru Klinting, yang dipakai untuk menumpas Adipati Pragola dari Pati yang memberontak pada Sultan Agung. (Tribunnews)
