Cerita Kita - Ceprotan merupakan tradisi turun-temurun yang ada di Desa Sekar, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan. Tradisi ini dalam pelaksanaannya berupa kegiatan bersih desa untuk mengenang Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun, para pendahulu yang diyakini berperan penting dalam terbentuknya Desa Sekar.
Kegiatan inti dari tradisi Ceprotan cukup unik, yakni adanya aktivitas perang kelapa muda antara dua kelompok berlainan. Aktivitas ini tidak muncul begitu saja. Ada dasar historis dan budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Desa Sekar sehingga tradisi Ceprotan masih terus dilaksanakan sampai sekarang.
Sejarah Desa Sekar
Dihimpun dari berbagai sumber, tradisi Ceprotan bermula dari kisah pengembaraan Ki Godek dan Dewi Sekartaji. Dahulu kala, daerah Pacitan merupakan hutan belantara. Datanglah seorang pengembara tua bernama Ki Godek. Dia lah yang kemudian membabat hutan untuk membuka lahan. Saat itu ia bermaksud mendirikan padepokan, rumah tinggal, serta lahan pertanian di sana.
Ki Godek ini terkenal sakti dan pemberani. Ketika hampir selesai membabat hutan, tiba-tiba datang dua pengembara perempuan yang cantik jelita. Mereka adalah Dewi Sekartaji dan kakaknya, Dewi Sukonandi yang berasal dari Kediri. Sementara Dewi Sukonandi meneruskan perjalanan, Dewi Sekartaji memilih singgah di lahan baru Ki Godek.
Dewi Sekartaji yang kehausan meminta tolong supaya Ki Godek mencarikan air kelapa muda untuk diminum. Dikarenakan di sekitar hutan tidak ada pohon kelapa, maka Ki Godek pergi agak jauh dari kawasan hutan yakni di kawasan pantai selatan. Setelah berhasil mendapatkan kelapa muda, Ki Godek segera kembali dan memberikan kelapa muda itu kepada Dewi Sekartaji.
Asal Mula Ceprotan
Dewi Sekartaji diceritakan tidak menghabiskan air kelapa pemberian Ki Godek. Sisa air kelapa muda itu dibuang ke daerah yang kemudian dikenal sebagai Desa Sekar. Dihimpun dari berbagai sumber, dalam kesempatan itu Dewi Sekartaji berpesan kepada Ki Godek. Bahwasanya dalam mencari rezeki, seseorang sebaiknya memakai cengkir sebanyak-banyaknya.
Cengkir adalah sebutan untuk kelapa muda. Cengkir kemudian dimaknai sebagai kencenging pikir. Setiap manusia harus memiliki pemikiran yang tajam, berprinsip, teguh pendiriannya, serta tidak mudah terhasut. Cengkir atau kelapa muda inilah yang kemudian menjadi bagian tidak terpisahkan dari tradisi Ceprotan yang digelar setahun sekali.
Rangkaian Upacara Ceprotan
Tradisi Ceprotan dilaksanakan di Desa Sekar, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan. Desa ini terletak sekitar 40 kilometer dari arah barat pusat Kabupaten Pacitan. Tradisi Ceprotan dilaksanakan satu tahun sekali, yakni pada bulan Longkang, Zulkaidah, tepatnya pada hari Minggu atau Senin Kliwon. Waktu tersebut diyakini sebagai waktu pembabatan hutan yang dilakukan oleh Ki Godek.
Dihimpun dari berbagai sumber, Ceprotan menjadi tradisi mencari berkah dengan cara saling lempar kelapa muda sebanyak-banyaknya. Tradisi dimulai dengan mengarak kelapa muda menuju tempat pelaksanaan upacara yang biasanya berupa tanah lapang. Kelapa-kelapa ini ditempatkan pada keranjang bambu dan dipikul oleh para pemuda setempat.
Acara bersih desa ini dimulai dengan pengumpulan ayam panggang dari para warga. Menjelang matahari terbenam, akan ada tarian surup. Setelah itu juru kunci desa akan membacakan doa.
Saling Lempar Kelapa Muda
Begitu pembacaan doa selesai, ada penampilan sendratari yang mengisahkan pertemuan antara Ki Godek dan Dewi Sekartaji. Dua tokoh ini diperankan oleh Kepala Desa dan istrinya. Puncak acara yang ditunggu-tunggu adalah kegiatan Ceprotan, aktivitas saling lempar kelapa muda antara dua kubu berlawanan.
Para pemuda desa dibagi menjadi dua kubu secara berseberangan. Di depan masing-masing kubu ada keranjang berisi kelapa muda yang telah dikuliti dan direndam beberapa hari supaya tempurungnya melunak. Di antara kedua kubu ini diletakkan ingkung atau ayam utuh yang telah dipanggang.
Setelah kedua kubu dinyatakan siap, mulailah kegiatan saling melempar kelapa muda ke arah kubu lawan. Setiap orang yang terkena lemparan sampai kelapa itu pecah saat mengenai bagian tubuhnya, orang itu diyakini akan mendapat rezeki melimpah di kemudian hari. Kegiatan saling lempar ini dilakukan sampai kelapa muda yang disediakan habis. Kegiatan inilah yang sebenarnya disebut Ceprotan.
Begitu kegiatan saling lempar kelapa muda selesai, akan diadakan pembacaan doa kembali. Ayam panggang yang tadi diletakkan di tengah-tengah arena perang kelapa muda digunakan untuk makan bersama di akhir acara. Acara yang digelar untuk menyambut ulang tahun Kabupaten Pacitan ini ditutup dengan tari-tarian singkat.
Makna Ceprotan
Dihimpun dari berbagai sumber, penggunaan kelapa muda atau cengkir mengandung pesan bahwasanya dalam mencari rezeki, seseorang harus mengandalkan daya pikirnya. Aktivitas perang atau saling lempar kelapa muda sendiri diartikan sebagai saling bahu-membahu dalam mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara ayam panggang yang diletakkan di tengah-tengah arena upacara sebagai simbol bahwa rezeki itu harus diusahakan atau dicari.
Selain itu, tradisi Ceprotan juga mengandung makna bahwasanya seseorang harus gigih dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Ki Godek dalam usahanya membuka lahan hutan demi membangun permukiman yang kini dikenal sebagai Desa Sekar. Desa yang saat ini dikenal sebagai penghasil padi dan kelapa di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.