mengakui bahwa raja sebagai pemilik segala sesuatu, baik harta benda maupun manusia. Karena itu terhadap keinginan raja, rakyat hanya dapat menjawab ’ndherek karsa dalem’ (terserah kepada kehendak raja) kekuasaan yang demikian besar itu dikatakan ”wenang wisesa ing sanagari” (berwenang tertinggidi
seluruh negeri).
Dalam pewayangan kekuasaan yang besar itu biasanya digambarkan sebagai ”gung binathara, bau dhendha nyakrawati” (sebesar kekuasaan dewa, pemelihara hukum
dan penguasa dunia).
Dalam kedudukan sebagai penguasa negara, raja berhak mengambil tindakan apa saja dengan cara bagaimana saja terhadap kerajaannya, segala isi yang ada di dalamnya, termasuk hidup manusia. Karena itu kalau raja menginginkan sesuatu, dengan mudah ia akan memerintah untuk mengambilnya.
Kalau yang mempertahankan, maka diperanginya. Sebaliknya kalau ada orang yang dipandang tidak pantas berada dalam kedudukannya, dengan mudah saja raja mengambil kedudukannya, dengan membunuhnya bila perlu. Akan tetapi dalam konsep
kekuasaan Jawa, kekuasaan yang besar diimbangi dengan kewajiban yang dirumuskan dalam kalimat ”berbudi bawa leksana, ambeg adil para marta” (meluap budi luhur mulia dan sifat adilnya terhadap semua yang hidup, atau adil dan penuh kasih).
Raja yang dikatakan baik adalah raja yang menjalankan kekuasaannya dalam keseimbangan antara kewenangannya yang besar dengan kewajibannya yang besar juga. Kekuasaan yang besar di satu pihak dan kewajiban seimbang di lain pihak merupakan isi konsep kekuasaan Jawa.
Penerapan konsep keagungbinatharaan yang lengkap dan tepat akan mendatangkan ”negeri ingkang apanjang-apunjung, pasir wukir loh jinawi, gemah ripah, karta tur raharja”
(negara yang tersohor karena kewibawaannya yang besar, luas wilayahnya ditandai oleh pegunungan sebagai latar belakangnya, sedang di depannya terdapat sawah yang sangat luas, sungai yang selalu mengalir, dan
pantainya terdapat pelabuhan yang
besar).
Raja yang secara konsekuen menjalankan konsep atau doktrin keagungbinataraan selalu memeperhatikan kesejahteraan rakyatnya, bersikap murah hati, dan sebagainya.
Figur raja demikian setidaknya mewakili figur ideal seorang
pemimpin dalam suatu pemerintahan. Ungkapan itu sebagai tradisi pewarisan kepemimpinan yang dirasakan kian penting di era komunikasi global sekarang ini.
