Permasalahan di bidang energi tidak akan pernah habis untuk dibahas
mengingat sangat vitalnya bidang ini bagi kelangsungan hidup umat
manusia. Semakin menipisnya cadangan minyak dunia dan harga yang kadang
tidak menentu tentunya mengharuskan pemerintah dan masyarakat untuk
mencari alternatif penyelesaiannya mengingat kebutuhan akan energi akan
terus meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, penggunaan energi
yang tidak berbasiskan fosil khususnya energi terbarukan perlu terus
digalakkan.
Pemerintah pun telah berhasil mengadakan program
konversi energi dari minyak tanah ke LPG ukuran 3 kg untuk keperluan
rumah tangga. Hal ini tentunya cukup signifikan dalam mengurangi
konsumsi bahan bakar fosil. Namun demikian, dengan berbagai kendala yang
dihadapi akhirnya banyak masyarakat, khususnya di daerah pedesaan, yang
tidak menggunakannya dengan berbagai alasan. Akhirnya sebagian
masyarakat memilih kembali beralih ke bahan bakar berbasiskan biomassa
yang sudah digunakan sejak jaman dahulu yaitu kayu bakar, sekam padi,
arang kayu, dan berbagai jenis biomassa lainnya. Hal ini memang didukung
dengan ketersediaan biomassa yang melimpah di daerah pedesaan.
Tungku tradisional (foto: syamsiro)
Permasalahan mendasar penggunaan biomassa sebagai bahan bakar adalah
kebersihan dan polusi yang dihasilkannya, yang untuk rumah tangga modern
saat ini menjadi tidak layak lagi digunakan. Beberapa model pemanfaatan
tungku berbahan bakar biomassa secara tradisional tentunya sudah sangat
dikenal oleh masyarakat, namun sebagian masyarakat sudah mulai
meninggalkannya dengan alasan seperti disebutkan di atas. Untuk itu maka
yang diperlukan saat ini adalah memperbaiki teknologi tungku/kompor
yang digunakan biomassa tersebut. Salah satu teknologi yang bisa
digunakan adalah dengan menggunakan kompor gasifikasi biomassa.
Pengertian
dari gasifikasi sendiri adalah proses konversi secara termal bahan
bakar padat seperti batubara dan biomassa menjadi bahan bakar gas. Pada
proses gasifikasi ini, biomassa dibakar dengan udara terbatas, sehingga
gas yang dihasilkan sebagian besar mengandung hidrogen, karbonmonoksida,
dan metana. Gas-gas tersebut kemudian direaksikan lagi dengan oksigen
(diperoleh dari udara) sehingga dihasilkan panas dari pembakaran
tersebut.
Keuntungan proses gasifikasi ini adalah dapat
digunakannya biomassa yang mempunyai nilai kalor relatif rendah dan
kadar air yang cukup tinggi. Efisiensi yang dapat dicapai dengan
teknologi gasifikasi sekitar 30-40%, lebih tinggi dari teknologi
pembakaran biasa. Beberapa metode gasifikasi telah dikembangkan seperti
unggun tetap (fixed bed)dan fluidisasi (fluidized bed). Tipe unggun
tetap ada dua jenis yaitu updraft dan downdraft. Pada tipe updraft
aliran biomassa dari atas ke bawah sedangkan udaranya dari bawah ke
atas, sedangkan tipe downdraft aliran biomassa dan udara dari atas ke
bawah. Pada tipe fluidized bed ada dua jenis yaitu bubling fluidized bed
(BFB) dan circulating fluidized bed (CFB). Beberapa faktor akan
berpengaruh terhadap proses gasifikasi biomassa diantaranya: kandungan
energi, kadar air, dimensi dan bentuk, distribusi dimensi, dan
temperatur reaksi.
Kompor gasifikasi dan nyala apinya yang diadopsi dari Belonio (foto: syamsiro)
Salah satu desain kompor gasifikasi biomassa adalah tungku/kompor
Belonio. Kompor jenis ini telah diadopsi dan dikembangkan di Jurusan
Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta. Kompor ini merupakan dari
hasil rancangan Alexsis Belonio yang berkewarganegaraan Filipina.
Kompor ini dapat menggunakan sekam padi sebagai bahan bakarnya. Kompor
ini terdiri dari beberapa bagian yaitu burner, reaktor gasifikasi,
penampung abu, dan blower/kipas. Fungsi blower untuk mensuplai udara ke
dalam reaktor. Proses gasifikasi terjadi di dalam reaktor, kemudian gas
yang dihasilkan dibakar di burner. Pada bagian ini terdapat
lubang-lubang udara sebagai suplai tambahan untuk proses pembakaran.
Karena tidak semua sekam terbakar, artinya ada abu yang tersisa, maka
pada bagian bawah diberi penampung abu. Lamanya kompor ini berkerja
tergantung dari ukuran reaktor sebagai wadah bahan bakarnya. Hasil
pembakaran dengan kompor ini relatif bersih dan apinya berwarna biru.
Hasil pengujian menggunakan bahan bakar lain seperti kayu, briket dan
arang kayu juga memberikan hasil yang sama baiknya.
Nah sudah
saatnya tungku-tungku semacam ini menggantikan tungku tradisional,
sehingga akan mengurangi polusi yang dihasilkan dan tentunya memberikan
dampak positif bagi kesehatan para penggunanya. Disamping itu,
masyarakat kelas menengah ke atas pun dapat menggunakannya karena faktor
kebersihan dan kesehatan. Jadi, paling tidak kita bisa ikut berperan
mengurangi konsumsi bahan bakar fosil dan menyelamatkan generasi yang
akan datang akan kelangkaan energi.
Kompor Belonio dengan dua tungku (sumber: Belonio, 2005)


