Cahaya prisma berlomba menghias panorama ingatan
Seribu lebih nasihat kau telan tanpa paham
Pastikan langkah, jangan kais gerobak cerita kehidupan,
terima putih tetap putih, dan merah bukan marah!
Empat persimpangan, langkahmu terhenti
Ragumu menari, senyummu misteri dan aksimu komedi
Blam! … suara pintu di belakangmu tertutup sangat keras. Suaranya menyampaikan pesan “jangan datang kembali!”
Kunjunganmu menghadirkan cela, masuk hitungan penyebar virus ketidak
pastian. Padahal dia saudara kandungmu. Lahir dari vagina yang sama,
menghirup udara rahim yang sama, terima sumber sari makanan yang sama.
Namun ada perbedaan. Perbedaan yang sempat kau cari ke setengah bagian
bumi ini.
“Oh, minggu depan hari terakhirmu bekerja di Mc Donald, apa gak sayang dengan pangkat Head Chef?”
Tetapi tekadmu sudah kuat, sekuat setumpuk ticket yang sudah kau pesan dari biro perjalanan. “Ini tabunganku, untuk mencari siapa aku!” Tekadmu
mengelilingi belahan selatan bumi - Asia. Tanah pertama yang akan kau
injak adalah Singapore, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Masih terbuka
Philipina dan akhirnya Bali-Indonesia.
Keragu-raguanmu mencari jati diri kau sebar
dalam pencaharian di selatan bumi ini, hanya untuk memastikan asal
kuning langsat kulit tubuhmu, ikal rambut hitammu dan ramah tamah
sapamu.
Kembali dari selatan, keraguanmu mangkin terpuruk. “Selamat datang tuan!” dari Indonesia, ternyata tidak mengalir dalam darahmu. Kau tetap sulit mengucap “berapa harga!”
Tiba-tiba secercah cahaya memanggilmu untuk
menghirup udara Casablanca - Maroko, ibumu sakit keras. Dari sekian
generasi yang ia lahirkan, tak satupun hadir untuk meminjamkan tangan
mereka mengurus kesakitannya. Hanya dirimu. Air mata bergulir membasahi
pipi yang keriput, dengan hati berat ibunda membisikan kata kunci
kehidupan yang kau cari.
“Sebelum kumati, ingin kusampaikan untukmu nak!, ayahmu ada di Belanda di tempat kau tumbuh menjadi lelaki dewasa”
Belum berakhir perjalanan ini, kau masih
mencarinya pada bagian tengah negeri itu. Berbekal kisah ibunda akhirnya
kau temui sesosok lelaki berkulit hitam asal Suriname. Biarlah dia
telah hidup berbahagia dengan sarangnya yang baru, yang kau butuhkan
hanyalah pengakuan. Beruntung, lelaki penuh kasih sayang menuntunmu
melangkah menantang cahaya terang.
Silau jubah putih para perawat,
menantang kebenaran yang akurat
Tekad hati membara,
jawaban kasih melanda
Berdua, menantang DNA test sebagai kata kunci
Satu seconde berlalu selayak satu tahun,
merahnya darah
kelam menghantarmu ke dalam lorong yang panjang
Di penghujung lorong, kau terkulai layu
Kini prisma bukan lagi keindahan warna
Hitam, kini menguasaimu
Percuma perjalanan arah selatan, percuma
bisikan ibunda, percuma test DNA dengan ayah Suriname mu. Langkahmu
terhadang cahaya semu. Punah cita-cita menjadi guru sejarah. Dengan sisa
keputus asaan kau kembali menghirup hiruk pikuk kota Casablanca,
mencari kembali sosok perempuan dengan pipi keriput. Kali ini, gigimu
gemeretak beradu pilu. Sebuah pengakuan, membutuhkan perjalanan hampir
tigapuluh tahun usiamu. Ternyata ayahmu seorang Tunisia, penjual rokok
pesisir pantai. Iba pinta ibundamu, “jangan cari lagi ayahmu, dia sudah lama mati!”
O … belum lagi gigi susumu tumbuh, ayah
Tunisiamu telah berpulang kepada Allah. Penyakit paru-parunya tidak
sempat menolong melihatmu tumbuh sebagai pemuda. Yang jelas, ramah tamah
seorang penjual kini mengalir dalam darahmu, tidak mengherankan jenjang
kariermu melesat tinggi sebagai Head Chef Mc. Donald.
Berapa waktu telah kau habiskan duduk
berleha mengumbar kisah, mengosongkan sesak di dada pada kursi ruang
praktek psikiater? Hanya rekening bank yang tahu. Perjalanan mencari
kata kunci telah selesai. Sebagai gantinya kau menderita sakit ketidak
pastian.
Kau tatap,
jauh di sana lorong yang gelap berujung terang
Kau lupa,
cahaya itu hanyalah semu
Kehadiranmu di dunia ini,
permainan cinta birahi tak ketemu
Kau korban lidah yang kelu
Tiba-tiba kau menghujat Allah
Cahaya sempurna yang berhak atas dirimu
Merah dan jingga, memoles rayuan cakrawala
Suatu sore yang jingga
kau serahkan tubuh milik tak siapa,
kepada alam
Lajunya kereta Utara, hembusnya tak lagi kau rasakan
Ketakutan telah sirna, harapan punah
kau kembali,
kepada DIA yang kau hujat
Tiba-tiba kau kenal cahaya ITU
SuaraNYA hangat menyapa,
“Anakku, inilah rumahmu, Akulah ayahmu.
Mari kupeluk jiwamu”
—oOo—
Cermin ini, berbasis cerita nyata tentang
perjalanan hidup seorang anak muda usia tigapuluh tahun. Yang pada bulan
november tahun ini fatal mengakhiri kehidupannya pada rel kereta api di
bagian utara Nederland. Seorang anak muda yang sangat energik dengan
jabatan Head Chef pada sebuah cabang Mc Donald, bercita-cita menjadi
guru sejarah dan yang menghabiskan seluruh uang tabungannya hanya untuk
mencari jati diri, siapa ayah kandungnya.
Sebuah pembelajaran untuk kita sebagai manusia. Untukmu anak muda, saya selipkan pada cermin ini “beristirahatlah dalam damai”
Ketuklah pintu untuk mendapat jawaban
Jangan berhenti pada persimpangan
