Hari ini adalah hari kelahiran Pancasila, bertepatan dengan pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI yang mencetuskan ide Pancasila sebagai dasar negara; semenjak saat itu sudah 67 tahun lamanya Indonesia tumbuh berkembang sebagai bangsa dengan melewati berbagai periode politik-sosial-kebangsaan mulai dari Orde Lama, Orde Baru, lalu masuk ke era Reformasi sekarang ini dimana layak kiranya kita merenung dan berpikir sejenak apakah nilai-nilai Pancasila masih tetap menjadi landasan dasar dalam praktek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, atau jangan-jangan hanya tinggal slogan belaka.
Munculnya pikiran di diri saya apakah Pancasila masih berfungsi nyata sebagai dasar negara atau hanya berupa slogan idealisme ini terjadi beberapa hari yang lalu ketika saya melihat spanduk sebuah organisasi sosial politik yang menampilkan lambang Pancasila dengan simbol kelima silanya di perempatan jalan. Di saat itu pun saya ingat bahwa tinggal beberapa hari lagi adalah tanggal 1 Juni, hari lahirnya Pancasila. Kemudian pikiran saya pun terbang mengawang-awang, secara acak menampilkan kilasan berbagai hal nyata yang menjadi kelumrahan di negara ini. Lalu saya pun jadi merasa bahwa Pancasila sebenarnya sudah tidak lagi ditempatkan sesuai fungsinya yakni sebagai dasar atau falsafah hidup aktivitas bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk menilai apakah Pancasila benar-benar sudah ditempatkan sesuai fungsinya sebagai dasar negara tidaklah sulit. Kita tinggal mengingat kelima sila dari Pancasila secara berurutan, lalu menganalisa apakah praktek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sudah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada masing-masing dari kelima sila Pancasila.
Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan menempatkan masalah Ketuhanan di posisi pertama sebenarnya seolah-olah bapak-bapak para pendiri bangsa menempatkan hal ini sebagai kaidah pertama yang harus dipenuhi sebelum kaidah-kaidah lainnya dalam Pancasila. Lalu marilah kita bertanya pada diri kita masing-masing dan melihat ke sekitar kita, apakah diri kita dan masyarakat yang ada di Indonesia saat ini sudah agamais dan relijius sehingga berdampak nyata dalam tingkah lakunya sehari-hari dengan menjauhi perbuatan hina dan tercela, dan berlomba-lomba dalam hal kebajikan ? Sudahkah masyarakat Indonesia diberikan kebebasan dalam menjalankan keyakinannya tanpa mengalami praktek diskriminasi ? Dan masih banyak hal lainnya.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Apakah pengelolaan kebijakan bernegara sudah mementingkan dan mengedepankan rasa kemanusiaan yang adil yang bisa diterima oleh hati nurani, akal sehat, dan norma-norma berlaku di masyarakat ? Apakah manusia-manusia yang ada di dalam Indonesia sudah menjadi bahan pertimbangan penting ketika menerapkan kebijakan, antara lain dengan menjamin pemenuhan hak-hak rakyat tentunya tanpa mengabaikan kewajiban mereka ? Lalu bagaimana dengan di level bawah, sudahkah rasa kemanusiaan menjadi hal utama yang berlaku di masyarakat umum ? Bagaimana dengan kasus tawuran antar pelajar, antar kampung, pengeroyokan, dan main hakim sendiri oleh massa ?
Sila ketiga adalah Persatuan Indonesia. Akan tetapi yang tampak bagi saya saat ini adalah Indonesia sebagai bangsa makin tersegmentasi atau terpecah-belah. Gesekan antar suku, agama, kelompok-kelompok, dsb sangat sering dan mudah terjadi. Sementara ada kelompok-kelompok separatis yang secara nyata hendak memisahkan diri dengan negara ini.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Pemusyawaratan/Perwakilan. Apakah jiwa kebersamaan dan gotong royong masih hidup dan dominan di tengah kehidupan masyarakat ? Apakah berbagai kelompok dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam menyelesaikan permasalahannya mau bermusyawarah dengan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan golongannya masing-masing ? Entah kenapa jawaban dari pertanyaan tersebut sepertinya menunjukkan hal yang sebaliknya saat ini.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Apakah hukum sudah bertindak secara adil di hadapan yang kuat maupun yang lemah, antara yang kaya dan yang miskin, antara pejabat dan rakyat jelata ? Apakah pembangunan sudah dilakukan secara merata, dan tak hanya berpusat di daerah-daerah tertentu saja ? Apakah rakyat Indonesia yang jauh dan berada di pelosok-pelosok negeri merasakan kenikmatan dan keadilan sebagai warga negara ? Bisa jadi hal ini adalah hal kunci untuk mengatasi masalah separatisme dan penyakit sosial yang ada di masyarakat.
Pancasila memang tak disangkal lagi diakui semua pihak sebagai dasar negara Indonesia. Akan tetapi perlu dipertanyakan peran nyatanya sebagai dasar negara dewasa ini karena entah bagaimana Pancasila seolah-olah hanya tinggal simbol dan slogan belaka; sebuah idealisme yang bisa terlontar dari mulut secara berapi-api namun miskin penerapannya sehingga tak tampak dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia itu sendiri.
