-->

Breaking

logo

Sabtu, 16 Juni 2012

Bagong Jadi Ratu

Bagong Jadi Ratu

Pemimpin dapat berasal dari lingkungan mana saja, misalnya dari rakyat biasa, dari keturunan pemimpin dan dari golongan apapun. Hal ini digambarkan dalam pewayangan, misalnya petruk jadi ratu. Mengapa penulis mengambil Bagong Jadi Ratu? Karena penulis ingin menggambarkan karakter seorang Bagong, yaitu salah satu punokawan yang mengabdikan diri kepada pemimpin sebagai abdi sekaligus sebagai penasehat majikanya.

Dalam keseharian yang banyak diceritakan dalam pewayangan, bahwa bagong seorang yang berkarakter selengean, dan bersikap seenaknya perut dalam lakon yang dipertunjukan sang Bagong dapat menjadi seorang raja. Namun akibatnya dapat dilihat bahwa seorang Bagong yang seorang punokawan tentu dalam memimpin kerajaanya adalah seorang bagong yang tak tahu sistem dan tata cara pemerintahan sebuah negara, akibatnya bagong dalam memimpin negara/kerajaanya adalsh sebatas pola pikir bagong sendiri yang hanya bergurau. Tetapi gurauan bagong ini sudah menjadi sabda pandita ratu, yang ucapanya harus dilaksanakan dan mencla-mencle.

Dapat ditebak, bahwa seorang yang tak mempunyai pandangan kepemimpinan dan tata negara tentu saja negara tersebut pasti akan mengalami gonjang-ganjing, entah terjadi perselisihan antar punggawa kerajaan, atau amburadulnya sistem yang merugikan rakyat banyak. Dengan kata lain bagong ini hanya mengutamakan kesenangan pribadinya, misalnya menumpuk harta yang diambil dari proyek-proyek untuk pembangunan kerajaan digunakan untuk pribadi.

Proses kebijakanya selalu mencla-mencle dan hanya menguntungkan anggota keluarganya atau kelompoknya. Kata orang kecil Nepotisme, tapi kata orang pejabat adalah Mumpung ada kesempatan. Sehingga kerajaan yang seharusnya dapat maju perekonomianya, maju pembangunanya, maju pengetahuanya, tetapi gaya memimpin sang bagong ini, maka kerajaan tak ada keselarasan, keselarasan antara raja bagong dan punggawa keraton terpecah, kepercayaan rakyat menurun, tetapi karena rakyat sudah dikutuk bahwa rakyat tak akan pernah melakukan protes namun hanya diam.

Sehingga pada akhirnya kerajaan tersebut tak terkendali, dan rakyat yang tak punya keberanian untuk menegur sang bagong hanya dapat berdoa, semoga dalang segera menghentikan pertunjukan atau fajar segera menyingsing. Tetapi dalam kehidupan nyata semua itu hanyalah tontonan yang dipertunjukan oleh para kaum pemimpin yang sedang lupa diri, karena hanya untuk menjadi seorang pejabat harus banyak mengeluarkan uang, jadi wajar apabila dalam kepemimpinanya dia harus mengumpulkan kembali sedikit-demi sedikit dana yang telah dikeluarkan, namun karena jabatanya harus segera diakhiri maka sekali embat sebuah proyek yang bernilai milyar bahkan mungkin trilyun!

Akibatnya banyak terjadi kekacauan setelah diungkap perilakunya oleh pengawas koropsi yang mempertanyakan : Mengapa Uang sebanyak itu dikorupsi sendiri? Mengapa tidak mau bagi-bagi?