Beberapa hari belakangan, kebijakan pelarangan cantrang yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kian mengemuka. Sederet pro dan kontra menghiasi instruksi menteri nyentrik itu. Sebetulnya, dari manakah cantrang bermula?
Berdasarkan catatan sejarah, cantrang pertama kali dikreasikan oleh nelayan Inggris di Laut Mediterania pada kurun tahun 1930-an. Alat tangkap ini diniatkan untuk mengganti Trawl yangaterlalu merusak sumberdaya hayati dan lingkungan habitat dasar perairan. Cantrang pukat memiliki bentuk relatif kecil dan dapat ditarik dengan deck machinery.
Di Indonesia, cantrang dikenal sebagai alat tangkap ikan yang telah digunakan oleh nelayan tradisional Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun lalu. Tak heran jika cantrang dianggap sebagai alat tangkap kerakyatan. Biasanya, cantrang banyak digunakan di perairan utara Jawa.
Meski begitu, pernah terjadi gejolak sosial nelayan era 1960-1980 yanng melibatkan nelayan pengguna alat tangkap Trawl versus non Trawl. Aksi penolakan besar-besaran terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap trawl sempat terjadi pada dekade 1970. Aksi itu bahkan berujung pada pembakaran kapal-kapal nelayan lain. Akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan Keppres 39/1980 tentang Larangan Trawl dan diterapkan secara bertahap di Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Setelah itu dilakukanlah uji coba alat tangkap pengganti trawl berupa cantrang Eropa yang dilaksanakan oleh negara melalui Balai Penangkapan Ikan Semarang.
Pada mulanya, sesuai Keputusan Dirjen Perikanan-Deptan, cantrang tersebut hannya boleh digunakan untuk nelayan kecil dengan kapal maksimal 5 GT dan daya mesin penggerak kapal maksimal 15 PK dengan ukuran bukaan mulut jaring max 2 (dua) meter, dengan tujuan menghidupkan ekonomi nelayan kecil.
Sayangnya, kebijakan tersebut harus dihadapkan pada situasi krisis moneter pada 1997. Nelayan kembali menggunakan alat tangkap trawl seiring ketatnya himpitan ekonomi.
Regulasi pemerintah terkait hal tersebut juga dipandang lemah.
Variasi alat tangkap ikan kembali terjadi pada 2011-2014. Di tahun-tahun itulah muncul variasi cantrang yang kini menjadi polemik antara pemerintah dengan nelayan.
Pada saat itu, penggunaan cantrang memiliki aturan, seperti digunakan hanya dengan kapal 30 gross ton (GT) dan dilakukan di atas 4 mil. Mulanya aturan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah daerah. (SMNetwork)
