-->

Breaking

logo

Jumat, 02 Juni 2017

Inspirasi Bung Karno, Kesadaran akan Lautan

Inspirasi Bung Karno, Kesadaran akan Lautan


Inilah sebagian catatan Bung Karno yang saya ingat, yang kerap saya temukan di berbagai literatur. Antara lain, di buku Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara. Kini, saya berdiri di samping patung Bung Karno, yang berada di Taman Renungan Bung Karno, sekitar lima ratus meter dari rumah pembuangan Soekarno di Kota Ende. Dari sejumlah bacaan pula saya tahu, patung perunggu Bung Karno itu menggambarkan sosok Bung Karno ketika berusia 33 tahun. 

Panduan Bung KarnoTentang Laut 

Ia sangat gagah dan sorot matanya tajam. Saya cermati dengan saksama sorot matanya, yang mengarah ke Laut Sawu, arah selatan Pulau Flores. Secara administratif, Kota Ende adalah ibukota Kabupaten Ende, yang berada di selatan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Selama empat tahun, 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938, Bung Karno diasingkan di Kota Ende oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dan, nyaris tiap hari, Bung Karno menghabiskan hari-harinya dengan membaca serta merenung, dengan posisi menghadap ke laut. 


Ya, menghadap ke Laut Sawu, sebagaimana posisi patungnya yang kita saksikan kini. Dari catatan Bung Karno di atas, kita tahu, betapa hempasan gelombang samudera telah menjadi salah satu inspirasi penting baginya untuk menggelorakan revolusi, mengusir penjajah, demi kemerdekaan. Bila kita cermati lebih dalam, sesungguhnya Bung Karno sudah memandu kita untuk memahami potensi lautan. Selain sebagai sumber inspirasi, juga sebagai sumber penghidupan, serta sebagai bagian dari kedaulatan sebuah bangsa. 

Sayang, panduan Bung Karno tentang pentingnya lautan, tidak dipahami dengan sungguh-sungguh oleh para pemimpin negeri ini, dari generasi ke generasi.  Padahal, kita tahu, luas laut Indonesia adalah tiga kali luas daratannya. Total luas wilayah negara kita 5.180.053 kilometer per segi, dengan rincian luas daratan 1.922.570 kilometer per segi dan luas lautan 3.257.483 kilometer per segi. Dalam konteks sumber penghidupan, alangkah besar potensi lautan tersebut, bila dikelola dengan sungguh-sungguh untuk kesejahteraan rakyat. 

Kesadaran akan Potensi Laut 

Mari kita berhitung mundur, untuk melihat, betapa abainya kita selama ini akan potensi laut. Kita merdeka pada 17 Agustus 1945. Dan, baru pada tahun 1999, negeri ini memiliki lembaga yang kompeten untuk mengelola kelautan, yang kini kita kenal sebagai Kementerian Kelautan dan Perikanan. Itu bermula ketika Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, terpilih sebagai Presiden, pada 20 Oktober 1999, kemudian dilantik menjadi Presiden pada 26 Oktober 1999. Abdurrahman Wahid didampingi Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden. 

Ketika mengumumkan Kabinet Persatuan Nasional pada 28 Oktober 1999, Gus Dur mengangkat Sarwono Kusumaatmadja sebagai Menteri Eksplorasi Laut. Kemudian, 10 November 1999, Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut, yang di kemudian hari menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam hal ini, pasangan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri telah mendirikan tonggak penting bagi kesadaran bangsa ini akan potensi laut. 

Kesadaran untuk mengelola laut secara sungguh-sungguh adalah wujud dari keberpihakan kepada rakyat. Karena, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2014, ada 964.231 rumah tangga di Indonesia yang mengandalkan hidupnya dari menangkap ikan di perairan umum dan laut. Bila satu rumah tangga terdiri dari 3 jiwa, maka ada  2,892,693 jiwa yang mengandalkan sumber penghidupan mereka dari lautan. 

Kita Harus Kembali ke Laut 

Presiden Joko Widodo berkali-kali mengingatkan kita untuk kembali ke laut, karena sudah sekian lama kita memunggungi laut. Dalam berbagai kesempatan, hal itu senantiasa ia ulangi. Sebagai Presiden, ia mencanangkan negeri ini untuk bangkit, dengan menjadi Poros Maritim di kawasan, setidaknya, di tingkat regional. Apa yang dicanangkan Joko Widodo tersebut, tentulah sangat relevan dengan potensi yang kita miliki. 

Karena, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan melimpah dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada. Badan Informasi Geospasial (BIG) menyebutkan, total panjang garis pantai Indonesia mencapai 99.093 kilometer. Artinya, di garis pantai yang demikian panjang, ada berjuta rakyat yang bisa melakukan aktivitas perikanan sebagai sumber kehidupan mereka. 

Joko Widodo menyadari bahwa selama ini kaum nelayan terabaikan. Dengan semangat kembali ke laut, berbagai program untuk mensejahterakan nelayan, digulirkan. Baik dalam hal bantuan kapal, asuransi nelayan, maupun membangun infrastruktur perikanan lainnya. Dan, yang lebih penting, menindak tegas para pencuri ikan, yang selama puluhan tahun telah menjarah kekayaan laut kita. Secara bertahap, kesejahteraan nelayan pun meningkat. 

Laut Memandirikan Rakyat 

Tonggak penting bagi kesadaran bangsa akan potensi laut, telah didirikan pasangan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Presiden Joko Widodo pun tiada henti menggelorakan gerakan kembali ke laut. Ketika kini saya berdiri di samping patung Bung Karno, yang menghadap ke Laut Sawu, saya menyadari bahwa inilah momentum bagi rakyat untuk mandiri dengan hasil laut. Kemandirian inilah yang dicita-citakan Bung Karno. 

Bung Karno senantiasa menghadap ke laut, karena ia menyadari, betapa luar biasa sumberdaya kelautan yang kita miliki. Dalam bidang ekonomi, Soekarno menegaskan, lebih baik potensi sumberdaya alam Indonesia dibiarkan, hingga para putra bangsa mampu untuk mengelolanya. Bung Karno menolak eksploitasi atau penjajahan oleh kekuatan asing. Dan, kita tahu, Presiden Joko Widodo terus membasmi kapal-kapal asing yang menjarah kekayaan laut kita. 

Artinya, Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo telah dengan sungguh-sungguh menyerap spirit Bung Karno, antara lain, dengan menjadikan kekayaan laut untuk memandirikan rakyat. Kita tahu, Laut Sawu memiliki kekayaan serta keunikan biota laut yang mengagumkan: ada 500 jenis karang, 336 jenis ikan karang, 14 spesies setasea, dan 3 jenis penyu. Ini hanya salah satu contoh kekayaan dari berjuta kekayaan kita di lautan seluas 3.257.483 kilometer per segi.