-->

Breaking

logo

Minggu, 02 April 2017

Menyingkap Filosofi Jagat Raya

Menyingkap Filosofi Jagat Raya


Ajaran Hindu dan Budha lekat dengan konsep kosmologis yang merupakan konsep tentang susunan alam semesta. Alam semesta berpusat pada Gunung Mahameru (Gunung Himalaya, tempat bersemayam para dewa) yang terletak di tengah sebuah benua bernama Jambudwipa (tempat tinggal manusia).

Mahameru dan Jambudwipa dikelilingi oleh tujuh buah lautan yang dipisahkan tujuh buah pegunungan berselang-seling. Lautan paling luar berupa samuderaluas yang dibatasi oleh pegunungan terluar yaitu pegunungan karang yang disebut Cakrawala.

Di pusatnya, yaitu di puncak Gunung Mahameru, merupakan tempat tinggal para dewa. Terdiri atas 32 dewa Sudharsana, dengan rajanya Dewa Indra. Tempat bersemayam para dewa dikitari oleh matahari,bulan dan bintang-bintang.

Di kawasan Asia Tenggara, konsep kosmologis juga mengandung kepercayaan adanya kesejajaran antara makrokosmos dan mikrokosmos, yaitu kesejajaran antara alam semesta dengan dunia manusia, termasuk di dalamnya raja dan kerajaannya. Beberapa kota kuna di Asia Tenggara yang kental dengan kosmogoni dan kosmologisnya misalnya Angkor Thom, Sri Khsetra dan Mandalay.

Di Nusantara, konsep kosmologis diwujudkan pada susunan wilayah kerajaan Majapahit. Prasasti Truhanalu (1245 Caka) menyebutkan kerajaan Majapahit dilambangkan sebagai prasada, dan raja Majapahit sebagai pranala. Sedangkan seluruh mandala (wilayah) Jawa dianggap sebagai pumpunan, dan pulau Madura dan Tanjungpura dianggap sebagai angca.Pandangan ini seolah memberi penjelasan jika seluruh wilayah kerajaan Majapahit merupakan replika dari susunan jagat raya.

Selain itu Kerajaan Dhramawangsa Tguh yang mengalami pralaya atau kehancuran akibat serangan para musuh, merupakan cerminan konsep dihancurkannya dunia oleh Dewa Brahma sebagai tanda akhir dari satu hari Brahma. Kondisi ini disebut sebagai akhir dari masa kaliyuga, yang menandai kejahatan dunia sudah meningkat hingga seratus persen, maka dunia harus dihancurkan (pralaya).